Kamis, 26 Juni 2014

ADAT ISTIADAT DAN KEBIASAAN



BAB I
ADAT ISTIADAT DAN KEBIASAAN
1.      Adat Istiadat
a.       Pengertian Adat Istiadat
Yang dimaksud dengan Adat Istiadat adalah aneka kelaziman dalam suatu negeri yang mengikuti pasang naik dan pasang surut situasi masyarakat. Kelaziman ini pada umumnya menyangkut pengejawatahan unjuk rasa seni budaya masyarakat, seperti acara-acara keramaian anak negeri, seperti pertunjukan randai, saluang, rabab, tari-tarian dan aneka kesenian yang dihubungkan dengan upacara perhelatan perkawinan, pengangkatan penghulu maupun untuk menghormati kedatangan tamu agung. Adat istiadat semacam ini sangat tergantung pada  situasi sosial ekonomi masyarakat. Bila sedang panen baik biasanya megah meriah, begitu pula bila keadaan sebaliknya. Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah.[1]
b.      Macam-macam upacara adat di Indonesia :
1.      Ritual Tiwah
Ritual Tiwah yaitu prosesi menghantarkan roh leluhur sanak saudara yang telah meninggal dunia ke alam baka dengan cara menyucikan dan memindahkan sisa jasad dari liang kubur menuju sebuah tempat yang bernama sandung.
Ritual Tiwah dijadikan objek wisata karen unik dan khas banyak para wisatawan mancanegara tertarik pada upacara ini yang hanya di lakukan oleh warga Dayak Kalteng
1.      Kebo-Keboan
Prosesi upacara adat Kebo-keboan yang dilaksanakan setiap tahun oleh warga Desa Alasmalang. Awalnya upacara adat ini dilaksanakan untuk memohon turunya hujan saat kemarau panjang, dengan turunnya hujan ini berarti petani dapat segera bercocok tanam. Puncaknya prosesinya adalah membajak sawah dan menanam bibit padi di persawahan. Orang-orang yang bertingkah seperti kerbau tadi dapat kesurupan dan mengejar siapa saja yang mencoba mengambil bibit padi yang ditanam. Warga masyarakat Desa Alasmalang berusaha berebut bibit padi tersebut, karena dipercaya dapat digunakan sebagai tolak-balak maupun untuk keuntungan.
2.      Adu Kerbau (Mapasilaga Tedong)
Adu kerbau diawali dengan kerbau bule. Partai adu kerbau diselingi dengan prosesi pemotongan kerbau ala Toraja, Matinggoro tedong, yaitu menebas kerbau dengan parang dan hanya dengan sekali tebas. Semakin sore, pesta adu kerbau semakin ramai karena yang diadu adalah kerbau jantan yang sudah memiliki pengalaman berkelahi puluhan kali. Sebelum diadu, dilakukan parade kerbau. Ada kerbau bule atau albino, ada pula yang memiliki bercak-bercak hitam di punggung yang disebut salepo dan hitam di punggung (lontong boke). Jenis yang terakhir ini harganya paling mahal, bisa di atas Rp.100 juta. Juga terdapat kerbau jantan yang sudah dikebirikonon cita rasa dagingnya lebih gurih.
3.      Rambu Solo
Rambu Solo adalah pesta atau upacara kedukaan /kematian. Adat istiadat yang telah diwarisi oleh masyarakat Toraja secara turun temurun. Bagi keluarga yang ditinggal wajib membuat sebuah pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi.
Setelah melewati serangkaian acara, si mendiang di usung menggunakan Tongkonan (sejenis rumah adat khas Toraja) menuju makam yang berada di tebing-tebing dalam goa. Nama makamnya adalah pekuburan Londa.
Yang unik dari upacara rambu solo adalah pembuatan boneka kayu yang dibuat sangat mirip dengan yang meninggal dan diletakkan di tebing.Uniknya lagi konon katanya, wajah boneka itu kian hari kian mirip sama yang meninggal.
4.      Dugderan
Duderan adalah sebuah upacara yang menandai bahwa bulan puasa telah datang. Dugderan dilaksanakan tepat satu hari sebelum bulan puasa. Kata Dugder, diambil dari perpaduan bunyi dugdug, dan bunyi meriam yang mengikuti kemudian diasumsikan dengan derr.Kegiatan ini meliputi pasar rakyat yang dimulai sepekan sebelum dugderan, karnaval yang diikuti oleh pasukan merahputih, drumband, pasukan pakaian adat BHINNEKA TUNGGAL IKA , meriam , warak ngendok dan berbagai potensi kesenian yang ada di Kota Semarang. Ciri Khas acara ini adalah warak Ngendok sejenis binatang rekaan yang bertubuh kambing berkepala naga kulit sisik emas, visualisasi warak ngendok dibuat dari kertas warna warni. Acara ini dimulai dari jam 08.00 sampai dengan maghrib di hari yang sama juga diselenggarakan festival warak dan Jipin Blantenan
5.      Tabuik
Berasal dari kata tabut, dari bahasa Arab yang berarti mengarak, upacara Tabuik merupakan sebuah tradisi masyarakat di pantai barat, Sumatera Barat, yang diselenggarakan secara turun menurun. Upacara ini digelar di hari Asura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram, dalam kalender Islam.Pada hari yang telah ditentukan, sejak pukul 06.00, seluruh peserta dan kelengkapan upacara bersiap di alun-alun kota.Para pejabat pemerintahan pun turut hadir dalam pelaksanaan upacara paling kolosal di Sumatera Barat ini.Satu Tabuik diangkat oleh para pemikul yang jumlahnya mencapai 40 orang. Di belakang Tabuik, rombongan orang berbusana tradisional yang membawa alat musik perkusi berupa aneka gendang, turut mengisi barisan. Sesekali arak-arakan berhenti dan puluhan orang yang memainkan silat khas Minang mulai beraksi sambil diiringi tetabuhan.Saat matahari terbenam, arak-arakan pun berakhir. Kedua Tabuik dibawa ke pantai dan selanjutnya dilarung ke laut. Hal ini dilakukan karena ada kepercayaan bahwa dibuangnya Tabuik ini ke laut, dapat membuang sial. Di samping itu, momen ini juga dipercaya sebagai waktunya Buraq terbang ke langit, dengan membawa segala jenis arakannya
6.      Ngaben
Ngaben adalah upacara pembakaran atau kremasi jenazah umat Hindu Bali.
Dalam prosesi Ngaben, ketika api mulai disulut, perlahan-lahan kobaran api akan membesar dan mulai berkobar menyulut sosok jenazah. Lama-kelamaan kobaran api mulai menghanguskan jazadnya yang dipercaya akan melepaskan segala ikatan keduniawian dari orang yang meninggal itu. Bila ikatan keduniawian telah terlepas, maka semakin terbukalah kesempatan untuk melihat kebenaran dan keabadian kesucian Illahi di alam sana. Beberapa hari sebelum upacara Ngaben dilaksanakan, keluarga dari orang yang meninggal dibantu oleh masyarakat membuat Bade dan Lembu yang sangat megah terbuat dari kayu, kertas warna-warni dan bahan lainnya. Bade dan Lembu ini merupakan tempat jenazah yang nantinya dibakar.[2]
2.         Kebiasaan
a.    Pengertian kebiasaan
Tradisi (Bahasa Latin: traditio, "diteruskan") atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. Definisi kebiasaan: Sesuatu yang kamu lakukan secara periodik (present tense/saat ini). Dulunya, (past tense) hal itu tidak pernah kamu lakukan, tapi sekarang jadi mlakukannya secara periodik.
Menurut Ensiklopedi Indonesia, adat disebut juga urf atau sesuatu yang dikenal, diketahui dan diulang-ulang serta menjadi kebiasaan didalam masyarakat. Dilihat dari ajaran Islam, adat itu ada yang baik dan ada pula yang buruk. Adat yang buruk contohnya menyuguhkan minuman keras kepada tamu-tamu didalam pesta. Bagi umat Islam, adat dapat menjadi sumber hukum apabila memenuhi tiga persyaratan yaitu:
1)      Tidak berlawanan dengan dalil yang tegas dalam Alquran atau hadis yang shahih.
2)       Telah menjadi kebiasaan yang terus menerus berlaku dalam masyarakat.
3)      Menjadi kebiasaan masyarakat pada umumnya.
Hadis dari Ibnu Abbas: “Apa yang dipandang baik oleh orang-orang Islam, maka pada sisi Allah juga baik.”
Berbeda dengan terminologi Islam, bagi orang Minang adat itu baik semuanya. Orang Minang akan marah bila disebut tidak beradat. Pada waktu hukum adat masih dipegang teguh maka anggota masyarakat yang melanggar adat akan dihukum dengan cara dicemooh dan dikucilkan.[3]
Agama memberikan warna (spirit) pada kebudayaan, sedangkan kebudayaan memberi kekayaan terhadap agama. Namun terkadang dialaktika antara agama dan seni tradisi budaya atau budaya lokal ini berubah menjadi ketegangan. Karena seni tradisi, budaya lokal, atau adat istiadat sering tidak sejalan dengan agama sebagai ajaran Ilahyat yang bersifat absolut. Untuk itu perlu adanya gagasan pribumisasi islam, karena pribumisasi islam itu menjadi gama dan budaya tidak saling mengalahkan, melainkan berwujud dalam pola nalar keagamaan yang tidak lagi mengambil bentuknya yang otentik dari agama, serta berusaha mempertemukan jembatan yang selama ini memisahkan antara agama dan budaya.[4]



[1] Zudan Rosyidi, studi sosial budaya,hal.15
[2]Ww.w seni-budayaa.blogspot.com/2013/02/adat-istiadat.htm.diakses pada tanggal 15september 2013
[3] www.raso_pareso.tripod.com/adat.html,diakses pada tanggal 17 september 2013

[4] Zudan Rosyidi, studi sosial budaya,hal 16